Bank Kbmi 3 Dan 4
Seperti kita ketahui, bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Namun seiring berkembangnya teknologi, layanan perbankan kini semakin beragam. Tidak hanya sekadar melakukan transaksi seperti transfer dan tarik tunai, kini kamu bisa membeli pulsa hingga kuota murah melalui ATM ataupun secara online.
Tahukah kamu bahwa bank-bank yang kita kenal selama ini ternyata dikelompokkan menurut tingkatannya? Ada bank skala kecil dan ada bank skala besar. Pengelompokan jenis bank ini diatur oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank. Sistem pengelompokan ini dibuat guna meningkatkan daya saing di dalam dunia perbankan agar setiap perusahaan mampu berkembang dan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat di Indonesia.
Aturan tersebut kemudian diperbarui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan keluarnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 6/POJK.03/2016 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.
Kemudian mengacu pada POJK Nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, diatur pula mengenai peningkatan secara bertahap permodalan bank umum, termasuk bank berbadan hukum Indonesia (BHI), bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dan kantor cabang luar negri, yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA (Capital Equivalency Maintained Assets) minimum paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022.
Sebelum adanya pengelompokan bank berdasarkan modal inti (KBMI), pengelompokan bank sebelumnya didasarkan pada kegiatan usaha yang dikenal dengan Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha (BUKU). Ketentuan mengenai BUKU dapat ditemukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012. Di dalam PBI tersebut tercantum 4 kategori BUKU mulai dari BUKU 1 hingga BUKU 4.
BUKU 1 merupakan kategori terendah, sedangkan BUKU 4 termasuk kategori tertinggi dibanding BUKU lainnya. Agar kamu dapat lebih memahami perbandingan modal inti setiap kategori, berikut rinciannya:
BUKU 1: Modal inti sampai dengan 1 triliun rupiah.
BUKU 2: Modal inti lebih dari 1 triliun rupiah hingga 5 triliun rupiah.
BUKU 3: Modal inti lebih dari 5 triliun rupiah hingga 30 triliun rupiah.
BUKU 4: Modal inti lebih dari 30 triliun rupiah.
Karena adanya perbedaan dalam kepemilikan modal inti, maka tiap-tiap kategori memiliki kelengkapan layanan dan cakupan wilayah yang berbeda-beda. Untuk bank yang masuk ke dalam kategori BUKU 1 dan 2, wilayah kerjanya hanya mencakup wilayah nasional saja. Sementara kategori BUKU 3 dan 4 memiliki fasilitas layanan yang lebih lengkap dan bisa melayani urusan perbankan hingga ke luar negeri.
Dengan adanya pengelompokan ini, bank umum senantiasa terpacu untuk meningkatkan modal intinya sehingga level kategorinya juga bisa meningkat. Peningkatan kategori ini ini tentu saja akan berpengaruh terhadap cakupan kegiatan usaha yang lebih luas. Pada gilirannya, potensi pendapatan yang bisa diperoleh bank akan lebih besar.
Sejak tahun 2021, OJK tidak lagi mengklasifikasikan bank-bank umum di Indonesia berdasarkan Bank Umum Kegiatan Usaha (BUKU) 1, 2, 3, dan 4. OJK kini menggunakan klasifikasi Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI).
Dalam aturan terbarunya, OJK menaikkan modal minimal bank di tiap kategorinya. Mengapa penentuan modal inti begitu penting? Karena hal tersebut memiliki keterkaitan dengan tingkat keamanan serta kekuatan suatu bank dalam menghadapi risiko operasionalnya. Artinya, bank dengan modal inti yang tinggi memiliki tingkat keamanan yang tinggi dalam mengelola dana nasabahnya. Begitupun sebaliknya.
Berdasarkan modal intinya, bank dikelompokkan menjadi empat kategori yaitu KBMI 1, 2, 3, dan 4.
KBMI 1: Modal inti sampai dengan 6 triliun rupiah.
KBMI 2: Modal inti lebih dari 6 triliun rupiah hingga 14 triliun rupiah.
KBMI 3: Modal inti lebih dari 14 triliun rupiah hingga 70 triliun rupiah.
KBMI 4: Modal inti lebih dari 70 triliun rupiah.
Pengelompokan ini berlaku untuk bank berbadan hukum Indonesia, bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, unit usaha syariah bank, dan kantor cabang bank luar negeri (KCBLN). Untuk unit usaha syariah bank, ketentuan modal inti mengacu pada modal inti bank yang menjadi induknya.
Perubahan penggolongan bank umum ini jelas berpengaruh pada posisi atau kedudukan masing-masing bank. Sebelumnya dengan menggunakan kategori BUKU, terdapat delapan bank umum yang menduduki ‘kasta’ tertinggi. Namun dengan kategorisasi yang baru dengan KBMI, hanya terdapat empat bank umum saja yang menduduki posisi tertinggi, yaitu Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Central Asia (BCA), Bank Mandiri, dan Bank Negara Indonesia (BNI).
Perubahan sistem dari BUKU menjadi KBMI sempat membuat 5 bank “turun kasta”. Kelima bank tersebut adalah Bank CIMB Niaga, Bank Danamon, PaninBank, Bank Permata, dan Bank OCBC NISP. Kelima bank tersebut kini digolongkan menjadi KBMI 3.
Setelah aturan ini dibuat, ke depannya tidak akan ada lagi bank umum yang memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun. Pada tahun 2021 modal inti bank umum yaitu sebesar Rp2 triliun, dan Rp3 triliun di tahun 2022. Oleh karena itu, untuk bisa memenuhi persyaratan terkait modal inti, banyak bank kecil yang melakukan right issue atau penambahan modal dari investornya.
Apabila bank tidak mampu memenuhi modal inti minimum sampai batas yang dimaksud, bank-bank tersebut harus “terdegradasi” dan berubah status dari bank umum menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Namun untuk bisa bertahan, opsi untuk menggabungkan bank atau merger juga dapat dilakukan.
Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.
Wenn dies deiner Meinung nach nicht gegen unsere Gemeinschaftsstandards verstößt,
All Channels MARKET NEWS ENTREPRENEUR SHARIA TECH LIFESTYLE OPINI MY MONEY CUAP CUAP CUAN RESEARCH
All Article Types Artikel Foto Video Infografis
ILUSTRASI. OJK mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan/pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/0411/2021.
Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan aset di industri perbankan nasional mencapai 5% secara tahunan (year on year/yoy) dengan nilai total aset mencapai Rp 11.427,96 triliun pada tahun lalu per November 2023. Pertumbuhan aset tersebut sejalan dengan tren kenaikan penyaluran kredit perbankan yang sebesar 10,38% yoy pada tahun lalu.
Bank dengan kategori modal inti (KBMI) IV menjadi bank dengan penguasaan aset terbesar yakni dengan porsi aset 50% dari seluruh total aset di industri bank nasional dengan total nilai aset Rp 5.742,33 triliun.
Masing-masing bank di KBMI 4 bahkan telah mencatatkan total nilai aset di atas Rp 1.000 triliun di tahun lalu.
Baca Juga: The Fed Pertahankan Suku Bunga, Bagaimana Dampaknya Terhadap Pasar Kripto?
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi jawara dengan nilai aset terbesar secara konsolidasi yakni mencapai Rp 2.174,22 triliun atau tumbuh 9,11% yoy sepanjang tahun 2023. Sementara itu secara bank only, Bank Mandiri mencatat nilai aset Rp1.688,85 triliun atau tumbuh 6,93% yoy.
Di posisi kedua ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang secara konsolidasi mencatat nilai aset sebesar Rp 1,965 triliun, tumbuh 5,33% yoy. Namun jika melihat nilai total aset secara bank only, BRI justru menjadi jawaranya dengan total aset sebesar Rp1.835,24 triliun pada 2023 lalu atau tumbuh 4,81% yoy.
Selisih total aset Bank Mandiri dengan BRI secara konsolidasi terpaut cukup jauh yakni sekitar Rp209,22 triliun pada 2023, bahkan gap tersebut naik dari Rp 126,91 triliun di akhir 2022. Hal ini disebabkan berbagai hal, salah satunya pertumbuhan kredit Bank Mandiri yang lebih tinggi 16,3% dibandingkan BRI yang tumbuh 11,2% yoy, serta kontribusi dari anak usaha masing-masing perseroan.
Sejalan dengan itu para bankir optimistis pertumbuhan aset yang berkualitas akan sejalan dengan pertumbuhan penyaluran kredit tahun 2024.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan didorong oleh perekonomian Indonesia yang bakal tumbuh dengan baik di 2024, pihaknya menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 13%-15%, dengan strategi memperkuat kompetensi penyaluran kredit di segmen wholesale banking.
Sementara itu Direktur BRI Sunarso menyebut target kredit agresif di kisaran 11%-12% yoy dengan menyasar segmen pertumbuhan baru dari sektor ultra mikro.
Selanjutnya di posisi ketiga dengan total aset terbesar diisi oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan nilai aset secara konsolidasi sebesar Rp 1.408 triliun, tumbuh 7,1% yoy. Sementara secara bank only nilai aset BCA sebesar Rp 1.370,87 triliun atau tumbuh 6,82%.
Adapun PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) berada di posisi keempat dengan total nilai aset Rp1.086,66 triliun atau tumbuh 5,52%, sementara secara bank only nilai aset BNI mencapai Rp 1.048,73 triliun atau tumbuh 5,13% yoy.
Direktur Keuangan BNI Novita Widya Anggaraini mengatakan tahun ini pihaknya bakal konsisten mendorong pertumbuhan kredit yang berkualitas untuk menjaga pertumbuhan aset bank yang berkualitas.
Baca Juga: Ini Bank-bank Paling Efisien di Indonesia
“BNI akan konsisten dalam membukukan pertumbuhan kredit yang berkualitas dari segmen konsumen, Corrporate dan UMKM sehingga kualitas aset akan sehat dalam jangka panjang,” kata Novita.
Sejalan dengan itu BNI menargetkan pertumbuhan kredit di kisaran 9% sampai 11% pada tahun 2024.
Untuk menjangkau lebih banyak debitur, BNI bakal memperluas digitalisasi sejalan dengan proses pengembangan bisnis dengan transaksi yang lebih Advannce.
“Transformasi cabang hingga peningkatan skala bisnis perusahaaan anak yang memungkinkan BNI memiliki proposisi nilai atau value proposition dan customer injection yang unggul,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Nurtiandriyani Simamora Editor: Herlina Kartika Dewi
Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia punya beberapa bank yang masuk kasta tertinggi industri perbankan di Tanah Air. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melabeli bank dalam kategori ini sebagai Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV, dengan minimal modal inti Rp 70 triliun. Jumlahnya pun bisa dihitung jari sebelah tangan.
Mereka adalah PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI). Total aset secara konsolidasi keempat bank tersebut luar biasa besar. Di mana bila dijumlahkan keempatnya memegang aset keuangan sebesar Rp 6.247 triliun per September 2023.
Industri perbankan di Indonesia pun memberikan daya tarik tersendiri bagi para investor dari luar negeri. Memang bukan tanpa alasan, karena kendati memiliki aset besar, keempat bank tersebut masih mencatatkan pertumbuhan aset di atas 5%. BMRI mampu meningkatkan aset konsolidasian 9,11% dalam setahunan. BBRI tumbuh 9,9%. BBCA naik 7,2%. Begitu pula dengan BBNI yang total asetnya mampu tumbuh 7% per akhir September 2023.
Tidak heran kalau salah satu raksasa keuangan di Korea Selatan, KB Financial Group (KBFG) kepincut dengan kue perbankan di Indonesia. Lewat Kookmin Bank, KBFG mengakuisisi Bank Bukopin dan masuk ke pasar Indonesia pada 2018. Setelah menjalani transformasi, PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) kini mengusung merek dan logo baru KB Bank.
"Kami yakin dengan penggantian nama ini akan semakin meningkatkan kepercayaan nasabah sekaligus memperkuat brand 'KB' sebagai bank yang terdepan, terpercaya dan dicintai masyarakat Indonesia," ungkap Presiden Direktur KB Bank, Tom (Woo Yeul) Lee awal bulan ini.
Saat ini KB Bank memang masih berada dalam level KBMI II, dengan modal inti di kisaran Rp 6 triliun hingga Rp 14 triliun. Namun, backing bank ini bukan kaleng-kaleng karena ada Kookmin Bank yang punya aset senilai 519,05 triliun Won (atau setara Rp 6.124 triliun) perk akhir September 2023. Bisa dibilang ada bank setara 4 bank terbesar di Indonesia di belakang KB Bank.
Tentu akan sangat menarik melihat strategi KB bank di bawah arahan KBFG.
Tom (Woo Yeul) Lee optimis bisa mendorong perkembangan KB Bank di Indonesia. Apalagi ia melihat Indonesia memiliki masa depan yang baik dan masih akan terus berkembang.
"Populasi Indonesia enam kali lipat dari Korea Selatan (Korsel) dan yang terpenting Indonesia (memiliki) sumber daya alam yang akan membuat negara ini tumbuh lebih cepat dari Korsel," jelas Tom (Woo Yeul) Lee lagi.
Oleh karena itu, Tom menjelaskan bahwa KB Bank sudah memiliki rencana untuk membidik beberapa industri di Indonesia ke depan. Satu bocoran industri yang dibidik adalah electric vehicle (EV) atau mobil listrik. Perseroan akan membantu permodalan di sektor tersebut, karena melihat penggunaan EV di Indonesia telah bertumbuh dengan cepat.
"Saya melihat Indonesia akan menjadi negara pemimpin untuk industri EV, bukan hanya penyediaan kendaraan mobil roda empat. Tapi juga bus dan kendaraan umum lainnya," tegas Tom.
Saksikan video di bawah ini:
Video: Rp47 Triliun Dana Asing Kabur, Rupiah Nyaris Rp16.000 Per USD
ILUSTRASI. Kinerja bank berdasarkan modal inti (KBMI) 3 sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini terlihat lebih buruk dari bank KBMI 4./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/18/11/2019.
Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kinerja bank berdasarkan modal inti (KBMI) 3 sepanjang sembilan bulan pertama tahun ini kurang memuaskan. Sebagian besar bank di kelompok ini mencatatkan penurunan kinerja di tengah peningkatan beban bunga.
Jika dilihat dari laporan kuartalan bank KBMI 3, lima bank tercatat mengalami penurunan laba bersih. Pertumbuhan laba hanya ditorehkan oleh Bank CIMB Niaga, Bank OCBC NISP, Bank Syariah Indonesia (BRIS), dan Bank Permata.
PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga) mencatatkan laba bersih senilai Rp 5,13 triliun hingga kuartal III 2024. Nilai tersebut tumbuh 4,7% secara tahunan atau year on year (YoY) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang ada di Rp 4,95 triliun.
Baca Juga: Risiko Kredit Macet Tetap Mengintai Perbankan, Meski Rasio NPL Membaik
Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengatakan, perolehan laba ini diiringi dengan penyaluran kredit yang naik 6,4% YoY menjadi Rp 218,6 triliun, terutama dari pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang naik 9,4 % YoY, diikuti oleh perbankan korporat yang tumbuh 7,1% YoY, dan Perbankan Konsumer meningkat 5,4% YoY.
"Kenaikan tertinggi di kredit atau pembiayaan retail terutama dikontribusikan dari pertumbuhan Kredit Pemilikan Mobil (KPM) yang meningkat sebesar 18,2 persen YoY," kata Lani dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (2/11).
Adapun PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) membukukan laba bersih sebesar Rp 5,11 triliun hingga kuartal-III 2024. Angka tersebut naik 21,60% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Direktur Utama BSI Hery Gunardi mengatakan pencapaian tersebut tak lepas dari pertumbuhan bisnis yang sehat. Hingga kuartal-III 2024 pendapatan margin bagi hasil BSI mencapai sebesar Rp 18,41 triliun, tumbuh sebesar 1,98% YoY.
Selain itu, indikator profitabilitas mengalami kenaikan dilihat dari Return on Asset (ROA) yang mengalami kenaikan sebesar 12 basis poin year to date mencapai sebesar 2,47% dan Return on Equity atau ROE tercatat di level 17,59 persen, naik dari September 2023 di angka 16,85%.
Baca Juga: Kinerja Mobile Banking Bank KBMI 4 Melesat, Siapa Pemimpin Transaksi Tertinggi?
"Dengan demikian BSI mampu membukukan laba bersih kuartal ketiga 2024 sebesar Rp 5,11 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 21,60% secara YoY," kata Hery.
Sementara PT Bank OCBC NISP Tbk (OCBC) membukukan laba bersih Rp 3,82 triliun pada akhir September 2024, meningkat 25,24% YoY.
Pertumbuhan laba bersih ini didorong oleh pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) yang naik sebesar 10,03% YoY menjadi Rp 8,12 triliun, seiring dengan penurunan beban cadangan kerugian penurunan nilai atas aset keuangan.
Pertumbuhan kinerja ini juga didukung dari aksi korporasi perseroan yang telah mengakuisisi PT Bank Commonwealth (PTBC) pada Mei 2024.
“Memasuki kuartal ketiga tahun ini, bank semakin tangguh dengan mencatatkan kinerja yang tumbuh secara konsisten. Pertumbuhan aset yang mencapai 16% dan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 8% mencerminkan kepercayaan nasabah yang semakin besar terhadap OCBC," ungkap Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur OCBC.
PT Bank Permata Tbk. (BNLI) juga membukukan pertumbuhan laba bersih 30,1% YoY mencapai Rp2,8 triliun pada kuartal III-2024.
Direktur Utama Bank Permata Meliza M. Rusli menyampaikan angka positif tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan penyaluran kredit kepada segmen korporasi, komersil, dan konsumer. Kolaborasi dengan Bangkok Bank juga turut menyokong kinerja.
Baca Juga: Cermati Sektor-Sektor Menarik di Musim Laporan Keuangan Kuartal III 2024
“Penyaluran kredit yang dilakukan secara fokus dan konsisten dengan prinsip kehati-hatian menghasilkan pertumbuhan kredit sebesar 8,6% menjadi Rp150,8 triliun dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya,” katanya.
Adapun bank yang mengalami kontraksi laba, di antaranya Bank Danamon dengan penurunan sebesar 8,9%, Bank BTPN sebesar 4,7%, Bank Panin 19%, Maybank Indonesia 55,2%, dan Bank Mega sebesar 28,5%.
Analis Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji menilai, pergerakan harga saham nya yang relatif liquid ada Bank Niaga, Bank Danamon, dan BRIS.
"Kalau menurut saya dalam manfaatkan kondisi pergerakan harga, misalnya kalau BDMN kan sideways ya, primary trendnya. Tapi jika dalam keadaan bullish atau uptrend, memang saya melihat ada Bank CIMB Niaga, dan BRIS. Kalau sisanya untuk bank-bank lainnya memang harus ada tuntutan untuk melakukan aksi korporasi dalam rangka meningktkan likuiditas," ungkap Nafan kepdaa kontan.co.id, Minggu (3/11).
Misalnya kata Nafan dengan melakukan rights issue, pendanaan, dan merger. Seperti merger yang dialami oleh NISP, dan Bank Commonwealth. Nafan melihat, untuk saham NISP memang sempat bullish, tapi bullishnya juga karena faktor merger. "Merger kan berakhir, jadi sentimennya juga berakhir," katanya.
Lebih lanjut Nafan menjelaskan, terkait kinerja fundamentalnya semuanya tergantung bagaimana perbankan tersebut bisa mampu meningkatkan ekspansi bisnis. Baik itu dalam bentuk lendings maupun juga savings.
Baca Juga: Perbankan Berlomba Menggenjot Mobile Banking
Juga secara umum, secara makro. Jika melihat tren penurunan suku bunga oleh Bank Indonesia ke depan disebut Nafan akan terbuka lebar. Hal ini sering dengan adanya kebijakan bank sentral global dalam rangka menurunkan suku bunga acuan.
"Paling ini diharapkan bisa mampu meningkatkan likuiditas. Dengan demikian maka bank-bank tersebut diharapkan bisa mampu menjalankan ekspansi bisnisnya. Dalam hal ini ekspansi kredit. Sehingga bisa memperkuat kinerja net interest margin ke depannya," imbuhnya.
Sementara, Investment Consultant Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada mengatakan, saham-saham bank lapis dua yang menarik dikoleksi jika melihat kinerja keuangannya yang positif di kuartal III di antaranya saham NISP, BNLI, BNGA, dan BRIS.
Menurutnya, dengan fundamental yang kuat dan pertumbuhan yang konsisten, saham NISP memiliki prospek yang positif, sementara saham BNGA memiliki valuasi yang murah dengan Price Earning Ratio (PER) dan Price Book Value (PBV) yang masih di bawah rata-rata industri, menjadikannya pilihan yang menarik.
"Adapun saham BNLI masih menarik untuk dipertimbangkan karena memiliki potensi untuk tumbuh lebih lanjut. Secara keseluruhan, meskipun beberapa bank mengalami penurunan laba, prospek saham bank lapis dua masih menarik karena valuasi yang relatif murah dan fundamental yang kuat," kata Reza.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Selvi Mayasari Editor: Handoyo .
Sastrawati , T. ., & Muchtar, S. (2024). Pengaruh Macroeconomi dan Bank Specific terhadap Non- Performing Loans pada Bank KBMI 3 yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. El-Mal: Jurnal Kajian Ekonomi & Bisnis Islam, 5(4), 2469–2476. https://doi.org/10.47467/elmal.v5i4.1096
Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan resmi melakukan perubahan aturan pengelompokan perbankan dari sebelumnya bank umum kegiatan usaha (BUKU) menjadi KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti).
Adapun sebelumnya, bank umum dibagi dalam empat kategori berdasarkan modal inti, yaitu bank umum kegiatan usaha (BUKU) I, II, III, dan IV. Bank BUKU I memiliki modal inti di bawah Rp1 triliun, BUKU II Rp1 hingga Rp5 triliun, BUKU III lebih dari Rp5 triliun hingga Rp30 triliun, dan BUKU IV dengan modal inti lebih dari Rp30 triliun.
Dalam aturan yang terbaru, yakni POJK No.12/POJK.03/2021 tentang Konsolidasi Bank Umum, perbankan dikelompokkan dalam 4 kategori KMBI. KMBI 1 untuk bank yang memiliki modal inti kurang dari Rp6 triliun. KMBI 2 untuk bank yang memiliki modal inti Rp6 sampai Rp14 triliun. Lalu, KMBI 3 untuk bank yang memiliki modal inti Rp14 triliun sampai Rp70 triliun. Sementara itu, KMBI 4 untuk bank yang memiliki modal inti lebih dari Rp70 triliun.
Dengan demikian, kontestasi bank-bank papan atas nasional juga menjadi berubah. Pasalnya, dari sembilan bank besar yang sebelumnya ada di kelompok BUKU IV, sebanyak empat di antaranya masih memiliki modal inti di bawah Rp70 triliun.
Empat bank yang masuk jajaran kasta tertinggi yakni KBMI IV yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
Sementara itu, bank papan atas yang terpaksa turun kasta, artinya tidak lagi masuk di KBMI IV antara lain PT Bank CIMB Niaga Tbk., PT Bank Danamon Indonesia Tbk., PT Bank Pan Indonesia Tbk. serta dua anggota baru PT Bank Permata Tbk. dan PT Bank OCBC NISP Tbk.
PT Bank BTPN Tbk. dan PT Bank Syariah Indonesia Tbk. yang cukup ambisius naik ke kelompok bank papan atas dalam waktu dekat, juga harus kembali memupuk modal lebih kuat jika masih berkeinginan masuk ke jajaran kelompok bank terbesar nasional.
Mengacu pada aturan terbaru tersebut, OJK melakukan pengaturan antara lain peningkatan secara bertahap permodalan Bank Umum yakni pemenuhan Modal Inti minimum dan CEMA minimum Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2022. Khusus bagi BPD sampai dengan 31 Desember 2024.
Sehubungan dengan peningkatan Modal Inti minimum dan CEMA minimum menjadi Rp3 triliun tersebut, disadari tiering pengelompokan Bank Umum berdasarkan BUKU (Bank Umum berdasarkan Kegiatan Usaha) perlu disempurnakan.
Oleh karena itu dilakukan reklasifikasi pengelompokan Bank Umum dari BUKU menjadi KBMI (Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti).
"Perlu diketahui dan penting untuk digarisbawahi bahwa reklasifikasi menjadi KBMI ini tidak mewajibkan Bank Umum untuk melakukan penyesuaian modal inti atau CEMA sesuai KBMI," sebut OJK dalam siaran pers OJK, Kamis (19/8/2021).
OJK menegaskan pengelompokan Bank Umum berdasarkan KBMI ini hanya diterapkan untuk kepentingan pengaturan ketentuan prudential Bank Umum tertentu serta untuk kebutuhan statistik.
"Tidak lagi dikaitkan dengan kegiatan usaha (produk/aktivitas) serta jaringan kantor sebagaimana pengelompokan berdasarkan BUKU."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
ILUSTRASI. Nasabah bertransaksi menggunakan mesin anjungan tunai mandiri di Jakarta, Selasa (15/10). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Statistik Perbakan Indonesia mencatat, per Juli 2019 total aset kategori bank umum kelompok usaha (BUKU) IV dengan modal diatas Rp 30 triliun sudah mencapai 4,396,67 triliun./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/15/10/2019.
Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di saat bayang-bayang perlambatan kredit, bank-bank KBMI 4 tampaknya tetap tenang. Setidaknya, hingga lima bulan pertama 2024, kredit bank-bank digital tetap tumbuh double digit.
Mayoritas kredit bank KBMI 4 pun tercatat tumbuh lebih dari catatan industri tersebut. Hanya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang tumbuh di bawah itu yaitu 10,64% YoY, namun secara nilai tetap menjadi yang terbesar senilai Rp 1.202 triliun.
Adapun, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi yang tertinggi di kalangan bank KBMI 4. Bank berlogo pita emas ini mencatatkan kreditnya tumbuh hingga 19,5% YoY.
Secara rinci, kredit Bank Mandiri di Mei 2024 senilai Rp 1.152 triliun. Sementara, periode sama tahun sebelumnya, kredit Bank Mandiri tercatat sebesar Rp 964 triliun.
Direktur Keuangan BMRI, Sigit Prastowo mengungkapkan dalam melakukan ekspansi kredit, pihaknya akan terus mendorong pertumbuhan kredit di segmen retail.
Harapannya, portofolio mix Bank Mandiri dapat menghasilkan pendapatan bunga yang dapat mengimbangi tren kenaikan biaya dana di tengah kondisi tingginya suku bunga acuan.
“Kami juga akan tetap berupaya menjaga tingkat biaya dana di level optimal untuk menjaga kestabilan tingkat suku bunga kredit dan profitabilitas,” ujarnya, baru-baru ini.
Maklum, saat ini industri perbankan memang sedang diterpa beban bunga yang tinggi. Alhasil, pendapatan bunga bersih tak tumbuh optimal.
Sebut saja, di Bank Mandiri hingga Mei 2024, pendapatan bunga bersih yang didapat senilai Rp 30,41 triliun. Pencapaian tersebut hanya tumbuh 5,29% secara tahunan (YoY).
Baca Juga: Bank Rakyat Indonesia (BRI) Catat Laba Terbesar di Antara Bank Big Cap Hingga Mei
Selanjutnya, ada PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang mencatat pertumbuhan kredit hingga 15,92% YoY atau senilai Rp 826 triliun.
Hera F. Haryn, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, pun mengungkapkan bahwa pihaknya mendorong penyaluran kredit di berbagai sektor, dengan mempertimbangkan prinsip kehati-hatian sesuai dengan dinamika makro ekonomi domestik maupun global.
Ia juga menambahkan pertumbuhan kredit BCA diikuti perbaikan kualitas pinjaman. Ini sejalan dengan portofolio kredit yang direstrukturisasi berangsur kembali ke pembayaran normal.
“Biaya pencadangan juga kami review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi perekonomian Indonesia,” tandasnya.
Baca Juga: 4 Bank Besar Kompak Cetak Pertumbuhan Laba, Ini Pendorongnya
Terakhir, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) mampu meningkatkan kredit sedikit lebih besar dari industri yaitu tumbuh 12,62% YoY. Nilai kredit yang disalurkan sebesar Rp 708 triliun.
Direktur Keuangan BBNI, Novita W. Anggraeni mengungkapkan bahwa pencapaian yang didapat sudah selaras dengan strategi yang diterapkan di BNI.
“Kita saat ini fokus pada pertumbuhan bisnis yang sehat melalui debitur corporate top tier beserta turunannya,” ujarnya, Jumat (28/6).
Ia juga pernah bilang bahwa dalam menentukan strategi pertumbuhan, BNI selalu mengedepankan tumbuh secara prudent. Khususnya di segmen korporasi baik swasta dan pemerintah.
“Kita melihatnya dari sisi risk appetite, kalau di kuartal 1 lalu sektor perdagangan dan listrik yang banyak,”ujarnya.
Asal tahu saja, Bank Indonesia (BI) mencatat kredit perbankan tumbuh 12,15% per Mei 2024. Angka tersebut melambat dari April 2024 yang mampu tumbuh hingga 13,09% dan Maret 2024 yang tumbuh 12,4%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Reporter: Adrianus Octaviano Editor: Putri Werdiningsih